Pages

Sabtu, 15 Mei 2021

Menelaah Konsep Self-Interest di Bulan Suci Ramadhan “ Ajang Ketulusan Hati atau Kepentingan Pribadi?”

            Bagi sebagian orang, istilah Self-Interest mungkin tidak begitu asing lagi di telinga mereka. Secara harfiah self-interest berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti “kepentingan pribadi”. Hakikatnya konsep tentang istilah ini telah melanglang buana dari zaman-zaman sebelum generasi gadget muncul dan telah melalui berbagai perjalanan filosofis dialektis yang begitu alot dengan berbagai konsep dan arti yang cukup beragam, namun konsep self-interest ini sendiri mulai dikenal oleh masyarakat dalam studi Ilmu Ekonomi dan dipopulerkan oleh Bapak Ekonomi yaitu Adam Smith.

Adam Smith memperlihatkan bahwa self-interest dari persfektif Ilmu Ekonomi merupakan suatu dasar pemikiran manusia terkait berbagai tindakan yang dilakukan berdasar pada ego yang tinggi dengan menitikberatkan pada apa yang menguntungkan untuk dirinya dan mengesampingkan kepentingan orang lain. Dalam artian bahwa segala pekerjaan yang dilakukan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain selalu bertendensi pada kepentingan pribadi dan sifatnya indivudalistik dan dipercaya menjadi dasar dari berbagai tindakan rasional yang dilakukan oleh manusia.

Dalam pandangan penulis, sebenarnya manusia tidak hanya memiliki self-interest dalam dirinya saja, namun di lain sisi mereka juga memiliki kepekaan dan kepedulian yang kuat terhadap lingkungannya, baik itu untuk sesama manusia maupun makhluk hidup lainnya. Seperti dalam sebuah buku tentang psikologi kepribadian menjelaskan bahwa hakikatnya dalam jiwa mansuia juga terdapat sifat-sifat kepedulian terhadap orang lain yang kemudian diistilahkan sebagai social-interest yang mendorong untuk melakukan kebaikan kepada siapa pun yang mampu menyentuh hati nuraninya. Istilah lain yang lebih sering kita dengar yaitu sifat empati dan simpati.

Di bulan yang penuh berkah ini, yaitu bulan suci Ramadan, setiap umat Islam dihadapkan pada realitas sosial di mana mereka berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan karena dijanjikan pahala yang berkali-kali lipat. Memaksimalkan ibadah kepada-Nya, berbaik dan berbagi kepada sesama yang membutuhkan, dengan syarat mengikhlaskan hati dan pikiran terhadap apa yang dilakukan dan diberikan. Namun  dalam pikiran-pikiran liar kita yang terkadang mencari pembenaran dan rasionalitas sering kali muncul pertanyaan, bagaimana mengukur tingkat keikhlasan seseorang? Apakah kebaikan yang kita lakukan selama ini berdasar atas ketulusan hati ataupun sekedar ingin memperkuat eksistensi dan mencari keuntungan? Kita berbaik dan berbagi kepada orang lain, kemudian mendapat keuntungan untuk diri pribadi yang berupa pahala dan timbal balik lainnya, dan bukankah pernyataan tersebut termasuk dalam cakupan konsep self-interest itu sendiri.

Di lain sisi sebenarnya konsep self-interest tidak selalu dikonotasikan secara negatif. Dalam sebuah buku mengatakan bahwa self-interest terdiri atas dua yaitu Bad-Interest dan Good-Interest, yang kemudian penulis simpulkan bahwa bad-interest yaitu tindakan yang dilakukan hanya untuk kepentingan diri sendiri tanpa mengutungkan orang lain sedangkan untuk good-interest yaitu tindakan yang dilakukan yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dan juga orang lain. Dan pilihan kita tergantung dari dalam diri kita sendiri apakah kita melakukan sebuah tindakan dari dua pilihan itu.

Seorang pemikir bernama Agustinus, mengatakan bahwa self-interest merupakan sebuah gerak vertikal terhadap penghambaan diri kepada pencipta kita, yaitu Allah. Sehingga bisa juga kita artikan bahwa lakukanlah kebaikan sebanyak  dan seikhlas mungkin, selain menguntungkan untuk diri kita, orang lain pun harus mendapat keuntungan. Yakini dalam diri bahwa setiap tindakan yang dilakukan bernilai besar bagi siapa pun yang terdampak. Biarkan Sang Pencipta yang mengukur seberapa banyak dan seberapa tulus hati dalam menjalankan segala kebaikan tersebut. 

Maka di sisa bulan suci yang penuh berkah ini, maksimalkan diri dalam mengejar amal, sebelum dijemput ajal.

Penulis    : Angelina Putri Asnun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bergesernya Perilaku Konsumen di Era Post-Modernisme (Dari Rasional Ke-Irasional)

              Di era post modernisme dalam konteks perkembangan, masyarakat konsumen merupakan sebuah fase yang akan memperkenalkan kita ter...